Muamalah Syariah

Syariah memiliki model ekonominya sendiri. Model ini bukanlah model kapitalis, bukan pula model sosialis. Model ini adalah bagian utama dari Qur’an dan Sunnah. Yang memiliki sejarah 1400 tahun, dari awal Islam sampai pembubaran Kekhalifahan di abad ke-20. Model ini melindungi dan mengakui kepemilikan pribadi dan juga kepemilikan Allah (awqaf, jamak dari waqaf) dan didasarkan pada hukum Syariah.

Model Syariah menggunakan komoditas fisik sebagai uang. Dinar Emas dan Dirham Perak dikenal sebagai mata uang Syari'ah. Kedua komoditas (emas dan perak) memiliki status khusus karena mereka disebutkan dalam Al-Qur'an dan mereka adalah ukuran untuk hal-hal dasar seperti zakat dan isu-isu tentang hudud. Dinar dan Dirham sangat penting dalam melestarikan mata uang yang stabil, yaitu, mata uang yang berfluktuasi nilai tetapi tidak menderita inflasi. Tidak mengalami inflasi karena tidak bisa diganti dengan uang kredit (menggelembung), karena uang kredit tidak memiliki validitas dalam Hukum Syariah.

Pencetakan Dinar dan Dirham sudah menjadi kenyataan1. Muslim di seluruh dunia mulai menggunakannya sebagai alat pembayaran dan untuk membayar zakat. Sebuah sistem pembayaran berdasarkan Dinar dan Dirham yang memfasilitasi pembayaran di tingkat internasional dan benar-benar mengikuti Hukum Syariah didirikan pada tahun 1999. Hal ini disebut e-dinar. Ini adalah alternatif praktis untuk transfer perbankan dan memungkinkan individu untuk menghindari penggunaan uang kredit jika mereka ingin. Implikasi hukum dari pengembangan alat ini adalah bahwa kasus darurah tidak lagi dibenarkan. Ada cara alternatif. Hal ini selanjutnya menunjukkan bahwa tidak ada kebutuhan untuk tetap berada di dalam sebuah sistem yang tidak dapat diterima, dan bahwa untuk membangun Halal adalah jelas mungkin.

Mata uang Syariah Dinar Emas dan Dirham Perak adalah unsur kunci pengembalian Muamalah Syariah: sebuah tata cara lengkap perdagangan di mana Hukum Syariah diterapkan tanpa ada yang dikurangi. Tata cara yang demikian adalah syarat untuk menjalani hidup yang Syar'i. Tatacara Muamalah itu Wajib dikembalikan di jaman sekarang. Pemulihan kembali Mu'amalah terdiri dari pemulihan infrastruktur penting dari perdagangan, seperti Pasar Terbuka, Mata Uang, kafilah, syirkat dan hisbah. Lembaga-lembaga ini telah lama menghilang dan yang diperlukan untuk pemahaman dan penerapan kontrak bisnis Syariah, dan Qirad Syirkat. Tanpa Qirad dan Syirkat sekaligus praktek segolongan orang yang bermaksud mengembalikan Muamalah, tampak tidak mungkin atau tidak dapat dipraktekkan. Dengan demikian, pemulihan Muamalah harus serempak dengan penerapan kontrak-kontrak Syariah. Sebab pemulihan Muamalah dan kontrak-kontrak Islami adalah saling membutuhkan.

Untuk keluar dari situasi darurah diperlukan perubahan keadaan dalam perdagangan yang kita lakukan, maksudnya adalah pengembalian praktek Muamalah. Dikarenakan kita sekarang berada dalam sistem perbankan, dan menggunakannya, kita hendaknya menggunakan bunga yang diberikan bank untuk mendukung pengembalian yang Halal. Kami berpendapat bahwa penggunaan terbaik bunga yang diberikan oleh bank adalah untuk mendirikan infrastruktur Islam yang akan membebaskan kita dari ketergantungan terhadap bank.

Pengembalian Mu’amalah tidak dapat dilakukan sendirian melainkan harus berjamaah. Umat Muslim harus membentuk Amirat lokal dan menunjuk seorang Amir Jamaah sebagai pemimpin dengan cara bai'at. Pada tingkat internasional, telah didirikan World Islamic Trade Organisation pada tahun 1993 langkah utamanya adalah membuat Islamic Mint, yang mencetak Dinar Emas dan Dirham Perak. Dinar dan Dirham sekarang tersedia di seluruh dunia dan dicetak di lima negara. WITO juga membuat e-Dinar yang tersedia online (www.e-dinar.com). Website ini menawarkan solusi instan bagi orang-orang yang ingin beralih dari sistem perbankan.

Beberapa Kaidah Dasar Kontrak Bisnis dalam Syariah

Pengaturan kontrak Muamalah memainkan peran penting dalam kehidupan sosial Muslim dan diatur ketat dalam Hukum Syariah. Semisal dalam kegiatan Tukar-menukar, di situ tidak boleh ada penundaan dan tidak boleh ada kelebihan. Atau dalam Hutang-piutang, di situ tidak boleh ada kelebihan pembayaran tapi boleh ada penundaan waktu. Berbeda dengan Jual-beli, boleh mengambil kelebihan berupa keuntungan tetapi tidak boleh ada penundaan (harus tunai, tangan ke tangan).

Semua kontrak bisnis harus ditulis dengan perincian yang jelas. Misalkan, Syirkat, persekutuan usaha dalam Syariah. Sedangkan Qirad, disebut juga Mudharabah, adalah pinjaman untuk usaha dagang. Syirkat dan Qirad utamanya memiliki ketentuan yang harus dijabarkan di awal antara pihak-pihak yang terlibat dan tidak bisa dirubah.

Kontrak Bisnis akan menentukan bagaimana masyarakat berkembang dan bersikap. Hasil yang didapat oleh masyarakat dari kontrak bisnis Syariah yang dijalankan dengan benar akan berbeda dengan hasil yang didapat dari kontrak bisnis kapitalis. Itulah sebabnya hampir dua pertiga Fiqih Syariah membahas tentang perdagangan dan bisnis.

Hukum Syariah, berasal dari Al-quran dan Sunnah Rasulullah, sallallahu alaihi wasallam, menguraikan tatacara bagaimana kontrak transaksi jual-beli dan usaha harus dilakukan.

Transaksi perdagangan berdasarkan pada pertukaran kepemilikan barang. Jika pertukaran melibatkan pembayaran yang ditunda, maka kontrak harus ditulis. Tetapi tidak perlu jika transaksi dilakukan secara tunai dari ‘tangan ke tangan’.

Transaksi bisnis atau perdagangan adalah sah menurut hukum Islam jika seimbang: nilai barang yang diberikan harus sama dengan nilai barang yang diterima. Jika tidak sama maka pertukaran itu menjadi bersifat riba.

Sebuah bisnis terdiri dari dua atau lebih transaksi komersial yang saling terhubung dengan tujuan mendapat keuntungan. Ketika dua atau lebih orang menjalankan suatu bisnis maka diperlukan sebuah kontrak tertulis antara pihak-pihak yang terlibat.

Cara utama memahami keadilan (ekuivalensi2) dalam sebuah usaha menurut Hukum Syariah adalah bahwa semua transaksi yang terlibat adalah Wajar. Sebagai tambahan, ketika sebuah kontrak bisnis ditulis, ada beberapa syarat yang harus dipertimbangkan. Kita akan membahas yang terpenting di antara syarat-syarat ini.

Barang-barang yang membentuk investasi awal baik milik satu orang (kontrak tidak diperlukan) atau milik lebih dari satu orang (kontrak harus ditulis). Hal ini juga mungkin bahwa barang milik satu orang, tetapi bahwa mereka berasal dari pinjaman bisnis - maka kontrak juga harus ditulis.

Karena itu ada dua bentuk dasar yang mungkin dari kontrak bisnis:

a] Investor (setiap orang) mentransfer kepemilikan investasi kepada diri mereka sendiri, sebagai sebuah kelompok usaha yang dijalankan oleh mereka sendiri; atau

b] Satu atau beberapa investor (setiap orang) mentransfer kepemilikan investasi kepada pihak lain, bisa seseorang, bisa beberapa orang yang disebut agen, yang menjalankan usaha milik investor

Kontrak yang pertama di dalam bahasa Arab disebut ‘Syirkat’– kita akan menyebutkan persekutuan – dan kontrak yang kedua di dalam bahasa Arab disebut ‘Qirad’ – kita akan menyebutkan pinjaman bisnis.

Syirkat (persekutuan)

Persekutuan adalah makna umum bagi orang-orang yang berbagi kepemilikan barang. Karena itu persekutuan memerlukan kepemilikan bersama atas sejumlah barang. Dan jika barang-barang ini diinvestasikan dalam bisnis maka harus ada kontrak bisnis.

Kepemilikan bersama atas sejumlah barang dalam bahasa Arab disebut ‘Syirkat Milik’. Sedangkan persekutuan bisnis dalam bahasa Arab disebut ‘Syirkat Akid’.

"Syirkat, dalam arti primitif, menandakan gabungan dari dua atau lebih perkebunan, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka tidak dibedakan dari yang lain. Dalam bahasa hukum, itu menandakan penyatuan dua atau lebih orang dalam satu usaha. Istilah Syirkat dapat diperluas kepada kontrak meskipun sebenarnya tidak berhubungan karena kontrak itu sendiri adalah penyebab hubungan.

(The Hedaya1, translation by Hamilton, pp 217-31)

Syirkat adalah Halal. Di jaman Nabi, sallallahualayhi wasallam, orang terbiasa mempraktekkan Syirkat. Dalam Kitab Muwatta, Imam Malik berkata:

“Yang berlaku di antara kami, Syirkat adalah Boleh, menyerahkan tanggung jawab kepada wakil (at-tawliyah) dan penarikan kembali (al-iqalah) ketika berurusan dengan makanan dan hal-hal lain, ketika kepemilikan diambil atau tidak, ketika transaksi secara tunai, dan tidak ada keuntungan, kerugian atau penangguhan harta. Jika keuntungan, kerugian atau penundaan atau bentuk harga salah satu dari dua memasuki setiap transaksi tersebut, maka menjadi penjualan yang Halal, dan menjadi Haram oleh apa yang membuat penjualan Haram, dan itu bukanlah syirkat, atau pengalihan tanggungjawab kepada seorang wakil, atau penarikan kembali.”

Syirkat ada dua jenis tergantung bagaimana asal mulanya:

Syirkat Milik, atau persekutuan atas hak terhadap properti, dan
Syirkat Akid, atau persekutuan kontrak bisnis.

Satu yang menarik dalam menggali kontrak bisnis Syirkat, yang biasa disebut Syirkat Akid atau persekutuan bisnis, kondisi yang paling signifikannya adalah:

Prinsip Takafu’ (proporsionalitas)

Pembagian kemitraan di mana semua mitra bekerja dan jumlah modal tiap mitra disesuaikan dengan jumlah modal yang disetor oleh masing-masing mitra. Jika ada perbedaan modal di antara mitra sedangkan semua mitra bekerja sama kerasnya, maka mitra yang sedikit modalnya dapat mengimbangi dengan kerja yang lebih keras lagi

“Saya telah mendengar dari Malik bahwa Syirkat tidak dibolehkan kecuali jika ada keseimbangan (takafu‘) dalam modal. (Imam Sahnun, Mudawwana, 12: 41)”.

Keharusan untuk Ikut Andil dalam Bekerja

Syirkat mengharuskan partisipasi semua anggota dalam kerja nyata. Ketika semua pekerjaan diberikan kepada satu orang, sedangkan yang lain menyediakan modal dan peralatan, bukan andil kerja yang sama, itu bukanlah syirkat yang sah. Pihak yang tidak bekerja tidak berhak memperoleh pemasukan dan hanya berhak atas pengembalian investasi beserta keuntungannya yang disepakati, dan jika investasinya bukan dalam bentuk tunai (Dinar atau Dirham) misalkan peralatan kerja, maka yang berlaku adalah pengenaan biaya sewa untuk penggunaan alat-alat itu.

Surplus modal tidak dapat digunakan sebagai investasi dalam Syirkat tanpa secara fisik terlibat dalam bekerja. Sehingga Anda tidak dapat menjadi pemodal yang berinvestasi dalam produksi yang pengerjaannya dilakukan oleh orang lain. Kontrak yang cocok bagi pemodal yang tidak mau ikut kerja adalah pinjaman bisnis atau Qirad. Dalam Syirkat semua mitra wajib bekerja sama capeknya. Mereka adalah pemilik yang sederajat kedudukannya karena itu sederajat pula tanggung jawabnya.

Apa pendapat Anda tentang kesepakatan ketika saya menempatkan seseorang di warung dan berkata kepadanya: Aku akan menerima barang dan Anda akan melakukan pekerjaan dengan syarat bahwa apapun yang Allah berikan pada kita akan dibagi rata' "dia berkata: "Menurut Malik, hal ini tidak dibolehkan.

Saya berkata: “Bagaimana pendapat Anda mengenai Syirkat antara tiga orang yang satu menyediakan batu gerinda, yang satu menyediakan rumah, dan yang satu menyediakan hewan untuk membantu pekerjaan, dengan syarat bahwa pemilik hewan mengerjakan sendiri semua pekerjaan?” Dia berkata: “Pemilik hewan mengerjakan sendiri semua pekerjaan, dan dia wajib membayar biaya sewa bagi rumah dan gerinda.” Saya berkata: “Bagaimana jika pemilik hewan itu tidak mendapat penghasilan?” Dia berkata “Ya, dia tetap harus bayar biaya sewa sekalipun tidak mendapat penghasilan.”

Ibnu Qasim menolak keabsahan Syirkat berdasarkan dana tunai semata (Dinar Dirham) yang menetapkan bahwa semua pekerjaan dilakukan hanya oleh salah satu mitra. Dia menjelaskan penolakannya sebagai berikut:

“Dasar penolakan ini menurut Imam Malik, sebuah Syirkat tidak diijinkan kecuali jika mereka mengkombinasikan kerja secara proporsional berdasarkan nilai modal barang yang disetor oleh masing-masing mitra.”

Tidak ada pemodal kapitalis yang dapat untung dari kegiatan produksi orang lain tanpa terlibat dalam bekerja. Semua pemilik dalam kepemilikan bersama barang produksi dapat menghitung andil kerja berdasarkan nilai barang yang dimiliki oleh masing-masing dan ini terlepas dari pembagian keuntungan. Kedua prinsip ini menunjukkan kepalsuan Bursa Saham.

Pendirian Bursa Saham adalah hasil dari konsep palsu tentang kepemilikan. Konsep palsu kepemilikan ini berdasarkan kepada “kepemilikan mayoritas”. Dengan dasar ini Anda dapat menjadi pemilik perusahaan meskipun tidak memiliki keputusan atas properti. Kepemilikan dituangkan di atas selembar kertas, tetapi di kertas itu juga ditulis bahwa Anda tidak boleh memutuskan – Karena itu Anda tidak dapat memiliki properti. Ini adalah jenis kontrak yang salah. Kontrak pemilikan saham dengan mayoritas kepemilikan menurut Hukum Syariah tidak dapat diterima dan dianggap sebagai bentuk penipuan.

Esensi Kepemilikan

Kepemilikan bukanlah sebuah dokumen yang menandai bahwa Anda memiliki sesuatu. Kepemilikan berarti Anda berhak dan juga mampu memutuskan bagaimana untuk menggunakan properti Anda. Kalau tidak begitu maka Anda bukan pemilik. Keputusan penggunaan properti adalah esensi kepemilikan.

Kepemilikan ada setiap kali sesuatu digunakan atau dikonsumsi, meskipun kepemilikan secara hukum diatur hanya ketika kelangkaan muncul. Misal, tidak ada peraturan untuk memancing di laut, tetapi karena armada penangkap ikan meningkat, menangkap ikan dengan rakus, dan ikan menjadi langka, peraturan kepemilikan menjadi perlu. Setiap orang menggunakan udara untuk bernafas, tetapi penggunaan jalur penerbangan udara ada aturannya. Sebelum ada aturan, di situ ada kepemilikan, tetapi ketika sebuah pesawat udara diatur untuk menggunakan jalur penerbangan udara, tidak ada seorangpun yang menggunakannya. Itu adalah kepemilikan efektif.

Karena itu, diatur atau tidak, kepemilikan telah menjadi realitas eksistensial yang terhubung kepada penggunaan sesuatu. Kepemilikan terdiri dari kapasitas menggunakan sesuatu. Memiliki kapasitas memutuskan adalah kepemilikan efektif. Undang-undang perdagangan modern mengizinkan jenis kepemilikan terpisah dari kapasitas memutuskan. Hal ini mengarahkan kepada ide kepemilikan eksklusif hanya pada namanya saja kepemilikan, tetapi tanpa kemampuan membuat keputusan. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam Syariah karena kepemilikan adalah kemampuan membuat keputusan.

Ketika kepemilikan dibahas secara tersendiri, tidak sulit memahami bagaimana keputusan dibuat. Tetapi bagaimana jika terjadi kepemilikan kolektif? Jika semua pemilik harus memiliki. Karena itu dalam Hukum Syariah, kepemilikan bersama mengajukan dua syarat ini.

1- Semua pemilik memiliki status pengambilan keputusan yang sama, tanpa peduli berapa besar jumlah properti yang terlibat sebagai modal.

2- Hasil bisnis dibagi di antara pemilik dalam proporsi berdasarkan partisipasi dalam bisnis dan dituangkan dalam kontrak.

Jika syarat pertama tidak terpenuhi, maka tidak dapat lagi disebut kepemilikan bersama, artinya ada salah satu mitra yang merampas kepemilikan. Hukum Syariah menuntut bahwa setiap kali ada persetujuan komersial antara dua pihak atau lebih, sebuah kontrak harus ditulis. Kontrak inilah yang menentukan keputusan pribadi atas bisnis. Dalam kontrak bisnis itu dengan jelas disebutkan hal-hal yang lumrah terjadi dalam bisnis: siapa penanam modal, siapa agen penjual (jika ada satu), berapa jumlah modal, apa tujuan bisnis, berapa lama waktu bisnis, dan berapakah pembagian hasil. Karena itu ketika Anda menandatangani kontrak, Anda mengetahui dalam hal apa Anda terlibat. Ketika Anda berinvestasi, Anda mengetahui dalam hal apa Anda berinvestasi. Sekarang, yang Anda miliki dalam investasi modern adalah perjanjian bisnis yang tidak mempertimbangkan kontrak sesuai Hukum Syariah. Yang terjadi sekarang adalah, pemodal meminjamkan uang kepada pemilik yang tidak diketahui, untuk usaha yang tidak diketahui, tanpa batas waktu yang diketahui, yang pembagian keuntungannya diputuskan oleh pemilik yang juga tidak diketahui berapa-berapanya. Semua ini dilakukan di bawah kepalsuan kepemilikan mayoritas.

Kepalsuan Kepemilikan Mayoritas

Konsep palsu ini diadakan guna menciptakan mekanisme kendali dan manipulasi, yang berakhir pada pendirian Bursa Saham. Bursa ini didirikan berdasarkan prinsip bahwa siapapun yang memiliki mayoritas saham, dialah pemilik perusahaan. Sistem ini membolehkan kendali pasar hanya oleh segelintir orang. Misal:

Tuan Abdullah yang memiliki 51% saham perusahaan A mengendalikan perusahaan A tersebut. Jika dia menggunakan modal perusahaan A untuk membeli 51% saham perusahaan B, maka dia akan memiliki kendali atas perusahaan B walaupun dia hanya memiliki kira-kira 1/4 modal. Jika dia menggunakan modal perusahaan B untuk membeli 51% saham perusahaan C, dia akan mengendalikan perusahaan C, walaupun dia hanya memiliki 1/8 modal. Tuan Abdullah selanjutnya dapat membeli perusahaan D, E, F ... dengan cara yang sama.

Kepalsuan konsep kepemilikan mayoritas telah memungkinkan perampasan kepemilikan hukum jutaan kepemilikan minoritas. Melalui prosedur ini, Tuan Abdullah memiliki kekuatan atas sejumlah besar modal yang bukan miliknya. Dia dapat memutuskan hasil pendapatan, yang disebut deviden. Tetapi deviden bukan bagi hasil layaknya bisnis biasa. Perusahaan harus dilikuidasi untuk mengetahui hasil bisnis. Sistem kepemilikan mayoritas membuat perusahaan ini ada tanpa membuahkan hasil, tanpa likuidasi. Karena pemilik mayoritas dapat memutuskan berapa banyak yang akan diinvestasikan ulang dan berapa banyak yang akan dibayarkan sebagai deviden, Anda diikat oleh perusahaan dan tidak berhak berpendapat.

Dalam Hukum Syariah, Anda tidak dapat memaksa pemodal untuk berinvestasi ulang tanpa persetujuannya. Karena itu hasil keuntungan usaha harus dibagi secara tuntas, dengan melikuidasi perusahaan setelah periode yang ditetapkan dalam kontrak sebagai durasi berjalannya perusahaan. Jika semua setuju untuk lanjut maka lanjutlah bisnis itu, jika tidak, perusahaan akan dilikuidasi untuk mulai lagi dengan kontrak baru. Dengan demikian kepemilikan selalu dilindungi. Sistem mayoritas kepemilikan hanya melindungi mayoritas pemilik, tetapi tidak melindungi semua pemilik.

Qirad (pinjaman bisnis)

Qirad biasanya dirujuk kepada tiga kata yang berbeda: Mudharabah (istilah Iraq); Istilah ini adalah sebutan orang Iraq untuk Qirad; menurut Imam al-Sarakhsi, kata ini berasal dari ungkapan ‘al-darb fi al-ard’ yang berarti ‘melakukan perjalanan’. Istilah ini digunakan karena sang agen yang dapat modal memiliki hak mengklaim keuntungan atas usaha dan kerja yang dia lakukan. Ia dianggap sederajat dengan pemodal dalam hal yang berkaitan dengan pengaturan keuntungan dan pengeluaran biaya transport dll. Sebagai gantinya, pemodal berhak menerima bagi hasil atas modal yang diberikannya sekalipun tidak kerja sama sekali.

Qirad atau Muqaradah (istilah Madinah); kata ini berasal dari bahasa Arab ‘qard’, menyerahkan hak atas modal oleh pemilik kepada pengguna modal [suatu pinjaman]. Agen dalam bahasa Arab disebut ‘al-‘amil’ dan pemodal dalam bahasa Arab disebut ‘sahibul-mal’ atau ‘rabbul-mal’-

Commenda (istilah Eropa jaman pertengahan), asal dari kontrak accomendacio of the jus commune. Pemodal disebut commendator dan agen disebut tractator. Kontrak ini diperkenalkan ke Eropa, terutama Eropa bagian Selatan melalui pelabuhan Italia pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11 Masehi.

Ibnu Rushd berkata;

“Ada kesepakatan pendapat di antara Muslim berkenaan dengan legalitas Qirad. Itu dilakukan sebelum Islam datang dan Islam menggunakannya. Ada kesepakatan bahwa Qirad dilakukan dengan pemberian modal dari seseorang kepada orang lain untuk bisnis. Pengguna modal menerima proporsi keuntungan yang disetujui, misalkan, sepertiga, seperempat, atau bahkan seperdua.” (Ibnu Rushd, dalam kitab Bidayat Mujtahid wa Nihayatul-Muqtasid, Cairo, 1329, p. 205)

Nabi, sallallahualayhi wasallam, bertindak sebagai al-'amil untuk Sayyidah Khadijah pada saat Nabi belum menikah. Semua Fuqaha Muslim setuju pada peristiwa itu sebagai suatu dalil sahnya bisnis qirad dan mereka juga berpendapat berdasarkan 'Amal qirad yang dilakukan oleh para Sahabat Nabi, sallallahualayhi wasallam, selama hidup beliau dan setelahnya. Nabi, sallallahualayhi wasallam, mengetahui itu dan membolehkannya.

Syarat utama Qirad adalah:

1- Agen Qirad yang diminta untuk membeli kredit atau melakukan pertukaran kemudian menggunakan dana, punya hak untuk minta gaji atas kerja, tanpa kehilangan hak memperoleh keuntungan dari dana yang dia pinjam.

2- Agen tidak boleh dibebani dengan proses produksi, seperti menjahit atau membordir. Qirad bukanlah untuk produksi, hanya untuk perdagangan.

3- Setiap pinjaman yang dikabulkan, bahkan dalam bentuk Qirad, yang mana dana itu ditujukan untuk membayar barang dagangan yang pemodal ketahui sudah dibeli, itu bukanlah sebuah Qirad. Itu hanya pinjaman biasa.

4- Agen bebas menjual dan membeli apapun yang dia ingin, di tempat dan waktu yang dia ingin.

5- Qirad tidak boleh berdasarkan kewaktuan. Tidak diijinkan bagi agen menetapkan waktu qirad untuk sekian periode waktu

6- Tidak ada jaminan apapun dalam Qirad mengenai untung ruginya suatu usaha. Pemodal tidak dibolehkan menetapkan syarat mengenai prinsip-prinsip diluar ketentuan Qirad.

Apa yang harus dilakukan selanjutnya

Dari perspektif Syariah, apa yang dapat seseorang lakukan dengan bunga bank yang dia dapat dari tabungannya? Masalahnya bukanlah bunga, tetapi kenapa dia sampai bisa punya rekening bank. Karena itu solusinya bukanlah meninggalkan bunga bank, yang tidak menyelesaikan masalah. Solusinya adalah merubah keadaan dari keterpaksaan penggunaan yang Haram: yakni situasi darurah sekarang ini.

Kita melawan ide pelanggengan status darurah sebagaimana dilakukan oleh Bank Syariah. Posisi kita sebagai Muslim adalah mengambil peran aktif merubah situasi dari keterpaksaan kita sekarang menggunakan yang Haram. Karena itu kami mengajukan penggunaan bunga bank untuk mempromosikan alternatif yang Halal.

Kita sebagai Muslim memiliki kewajiban merubah situasi. Kita mengetahui bahwa kita sedang melakukan yang Haram. Kita tidak dapat terus bertahan dalam keadaan darurah, karena darurah hanyalah dibolehkan untuk sementara. Tujuan kita adalah menggunakan seluruh daya dan upaya untuk menghapus ketergantungan kita pada sistem perbankan selangkah demi selangkah setiap waktu terus-menerus.

Namun kesulitan sudah terbayang di depan. Tapi kita harus ingat bahwa kita melakukan ini di jalan Allah. Allah telah menyatakan perang terhadap Riba, kewajiban kita adalah meninggalkannya.